PBNU dan BRIN Prediksi Lebaran 2025 Jatuh pada 31 Maret, Ini Alasannya

Terastoday.com,NASIONAL- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memperkirakan bahwa Hari Raya Idulfitri 2025 akan dirayakan secara serentak di Indonesia. Namun, keputusan final mengenai 1 Syawal tetap akan mengikuti hasil rukyat hilal yang dilakukan menjelang Lebaran.

Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi menegaskan bahwa pihaknya akan tetap menunggu hasil pemantauan hilal sebelum menetapkan hari Lebaran secara resmi.

“Kami masih akan tetap menunggu rukyat hilal, dan besar kemungkinan perayaan Idulfitri akan berlangsung serentak. Namun demikian, kepastian tersebut baru bisa ditetapkan setelah rukyat hilal dilakukan,” ujar Gus Fahrur kepada wartawan, Selasa (25/3/2025).

Gus Fahrur berharap perayaan Idulfitri tahun ini dapat dilakukan secara serentak tanpa ada perbedaan waktu, mengingat metode yang digunakan telah disepakati bersama.

“Semoga kita bisa merayakan Lebaran bersama-sama, asalkan hilal dapat terlihat sesuai dengan perhitungan yang ada,” imbuhnya.

PBNU selama ini mengikuti metode rukyat hilal dalam penentuan awal bulan hijriah. Sementara itu, sebagian pihak juga mempertimbangkan metode hisab atau perhitungan astronomi dalam menetapkan 1 Syawal.

Sementara itu, Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin, sebelumnya memprediksi bahwa Lebaran 2025 akan jatuh pada Senin, 31 Maret 2025.

Prediksi tersebut merujuk pada kriteria Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).

Menurut Thomas, garis tanggal awal Syawal 1446 H berada di wilayah Benua Amerika, sehingga kemungkinan hilal tidak akan terlihat di Indonesia saat sidang Isbat pada 29 Maret 2025.

“Pada saat magrib 29 Maret, hilal tidak mungkin terlihat di Indonesia. Berdasarkan kriteria MABIMS, 1 Syawal 1446 H diperkirakan jatuh pada 31 Maret 2025,” jelasnya dalam keterangan tertulis pada Senin (24/3).

Metode Penentuan Lebaran: Rukyat vs Hisab

Di Indonesia, penetapan Lebaran mengacu pada dua metode utama, yaitu rukyat hilal (pengamatan bulan sabit) dan hisab (perhitungan astronomi).

PBNU dan sebagian besar organisasi Islam di Indonesia menggunakan rukyat hilal sebagai metode utama, sedangkan Muhammadiyah cenderung mengandalkan hisab dalam menentukan 1 Syawal.

Meski sering kali ada perbedaan, dalam beberapa tahun terakhir perayaan Lebaran di Indonesia semakin sering berlangsung serentak. Hal ini terjadi karena kriteria MABIMS yang diperbarui membuat perhitungan astronomi dan pengamatan hilal lebih selaras.

Check Also

Update! Begini Syarat dan Panduan Lengkap Rekrutmen Pendamping Desa 2025

Terastoday.com,NASIONAL– Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) baru-baru ini mengeluarkan pembaruan terkait …