Terastoday.com,KOTAMOBAGU- Perhelatan Pilwako Kotamobagu 2024 semakin menarik perhatian publik, terutama dengan munculnya berbagai isu dan spekulasi terkait pencalonan sejumlah tokoh. Salah satu pasangan calon yang mendapat sorotan besar adalah Nayodo Koerniawan (NK) dan Sri Tanti Angkara (STA).
Di balik perjalanan mereka menuju Pilwako, muncul rumor bahwa ada pihak yang merasa “dizolimi” karena gagal mencalonkan diri, terutama terkait keterlibatan kader dari PDI Perjuangan.
Dalam situasi ini, Benny Ramdhani, yang merupakan Sekretaris Jenderal DPP Partai Hanura sekaligus suami dari Sri Tanti Angkara, angkat bicara.
Benny memberikan klarifikasi dan mengungkap fakta di balik rumor yang berkembang di masyarakat. Menurutnya, penting bagi masyarakat untuk memahami proses politik ini secara objektif dan tidak terbawa oleh narasi yang tidak benar.
Fakta di Balik Koalisi Partai dan Pencalonan STA
Benny menjelaskan bahwa istrinya, Sri Tanti Angkara (STA), saat ini adalah kader aktif Partai Hanura, bukan PDI Perjuangan seperti yang dikabarkan oleh sebagian pihak.
Partai Hanura sendiri telah resmi berkoalisi dengan PDI Perjuangan dan Partai Demokrat untuk mendukung pencalonan dalam Pilwako Kotamobagu 2024.
“Hanura memiliki tiga kursi di DPRD Kota Kotamobagu, sementara PDI Perjuangan memiliki sembilan kursi, menjadikan koalisi ini cukup kuat dalam mengusung calon,” kata Benny
Menurut Benny, koalisi antara partai politik untuk pemilihan kepala daerah atau pemilihan presiden adalah hal yang umum dan tidak seharusnya menjadi sumber konflik atau isu yang memanas.
“Koalisi seperti ini sudah menjadi hal yang lazim dalam dunia politik. Di beberapa daerah, Hanura mendukung kader PDI Perjuangan, dan di tempat lain, sebaliknya,” jelasnya.
Peran Sri Tanti Angkara dalam Pencalonan Wakil Walikota Kotamobagu
Lebih lanjut, Benny menceritakan bahwa empat bulan lalu, STA dipanggil oleh Ketua Umum Partai Hanura dan diminta untuk maju sebagai calon dalam Pilwako Kotamobagu. Sebagai kader yang loyal, STA menyambut dengan semangat perintah tersebut dan siap menjalankan tugas partai.
Meski demikian, keputusan terkait siapa yang akan menjadi pasangan STA dalam Pilwako tidak ditentukan oleh Partai Hanura atau pribadi STA, melainkan sepenuhnya ada di tangan PDI Perjuangan sebagai partai koalisi utama.
“Penentuan siapa yang akan menjadi pasangan dari STA adalah keputusan internal PDI Perjuangan. Ini bukan soal keinginan pribadi, baik dari pihak STA maupun Partai Hanura,” tegas Benny.
Mantan aktivis 1998 itu membeberkan, proses pemilihan pasangan STA juga melalui sejumlah pertimbangan. Beberapa nama yang sempat dipertimbangkan oleh PDI Perjuangan antara lain Meidi Makalalag, Haris, dan Nayodo Koerniawan.
Hingga pada akhirnya, PDI Perjuangan memilih untuk mencalonkan Nayodo Koerniawan sebagai calon Wali Kota Kotamobagu, dengan Sri Tanti Angkara sebagai pasangan wakilnya.
Menepis Isu ‘Dizolimi’ dan Klarifikasi Benny Ramdhani
Benny menekankan bahwa keputusan pencalonan pasangan NK-STA adalah hasil dari proses internal partai yang sah. Tidak ada campur tangan atau konspirasi pihak luar dalam keputusan ini.
Selain itu, Benny juga mengungkapkan bahwa ada pihak yang merasa dizolimi setelah gagal mencalonkan diri dari PDI Perjuangan. Rumor ini kemudian menjadi spekulasi yang berkembang di tengah masyarakat.
Menurut Benny, kegagalan dalam proses pencalonan Eks Ketua DPC PDI Perjuangan Kotamobagu, bukanlah karena intervensi dari Sri Tanti Angkara atau Partai Hanura, melainkan merupakan bagian dari dinamika dan keputusan partai yang harus dihormati.
“Jika ada yang merasa haknya dirampas atau dizolimi, itu bukan karena STA atau Hanura. Itu adalah keputusan partai yang harus dihormati oleh semua pihak,” jelas Benny.
Pun ia berharap masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh klaim-klaim yang tidak berdasar.
Benny juga menekankan bahwa teori “Playing Victim” atau upaya meraih simpati publik dengan mengklaim diri sebagai korban tidak seharusnya menjadi narasi yang mendominasi proses politik ini.
“Jangan sampai kita terjebak dalam narasi seolah-olah ada yang teraniaya, karena hal itu bisa menciptakan persepsi yang salah di masyarakat,” pungkasnya.***